Abstrak. Pengembangan kemampuan berpikir kristis dan kreatif serta
memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan siswa adalah penting.
Kesadaran ini perlu dijadikan pijakan dalam pengembangan kurikulum dengan
mengedepankan pembelajaran konstekstual. Untuk itu para guru perlu berbuat,
merancang secara serius pembelajaran yang didasarkan pada premis proses
belajar. Kemampuan berpikir kristis dan kreatif dapat dikembangkan melalui
kegiatan pembelajaran. Kemampuan itu da mencakup beberapa hal, diantaranya, (1)
membuat keputusan dan menyelesaikan masalah dengan bijak, (2) mengaplikasikan
pengetahuan, pengalaman dan kemahiran berfikir secara lebih praktik baik di
dalam atau di luar sekolah, (3) menghasilkan idea atau ciptaan yang kreatif dan
inovatif, (4) mengatasi cara-cara berfikir yang terburu-buru, kabur dan sempit,
(5) meningkatkan aspek kognitif dan afektif, dan (6) bersikap terbuka dalam
menerima dan memberi pendapat, membuat pertimbangan berdasarkan alasan dan
bukti, serta berani memberi pandangan dan kritik
A. Pendahuluan
Sering kita mendengar ungkapan dari
seorang guru mengenai banyaknya siswa yang `tidak berpikir’. Mereka pergi ke
sekolah tetapi cara belajar mereka terbatas mendengarkan keterangan guru,
kemudian tidak mencoba memahami materi yang diajarkan oleh guru. Saat ujian,
para siswa mengungkapkan kembali materi yang telah mereka hafalkan itu. Cara
belajar seperti ini, bukanlah suatu keberhasilan, dan merupakan cara belajar
yang tidak kita inginkan. Mengenai nilai dan ujian, harus diakui bahwa siswa
tersebut bisa menjawab pertanyaan.
Sebagian dari mereka mungkin
mendapat nilai yang tinggi dan dianggap siswa yang sukses. Meskipun belum ada
hasil penelitian yang kongkret, bahwa seandainya para siswa tersebut
ditanya-setelah ujian selesai-apakah mereka masih ingat materi yang telah
mereka pelajari, maka tidak heran kalau mereka sudah lupa apa yang telah mereka
pelajari.
Proses pembelajaran sebagaimana
digambarkan di atas banyak kita temukan di sekolah-sekolah. Proses pembelajaran
baru dilaknasakan untuk mencapai tujuan pembelajaran pada tingkat rendah yakni
mengetahui, memahami, dan menggunakan belum mampu menumbuhkan kebiasaan
berpikir kreatif yakni suatu yang paling esensi dari dimensi belajar. Sebagian
besar guru belum merancang pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir
(Kamdi, 2002)
Proses pembelajaran sebagian besar
masih menjadikan anak tidak bisa, menjadi bisa. Kegiatan belajar berupa
kegiatan menambah pengetahuan, kegiatan menghadiri, mendengar dan mencatat
penjelasan guru, serta menjawab secara tertulis soal-soal yang diberikan saat
berlangsungnya ujian. Pembelajaran baru diimplementasikan pada tataran proses
menyampaikan, memberikan, mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa.
Dalam tataran ini siswa yang sedang
belajar bersifat pasif, menerima apa saja yang diberikan guru, tanpa diberikan
kesempatan untuk membangun sendiri pengetahuan yang dibutuhkan dan diminatinya.
Siswa sebagai manusia ciptaan Tuhan yang paling sempurna di dunia karena diberi
otak, dibelenggu oleh guru. Siswa yang jelas-jelas dikaruniai otak seharusnya
diberdayagunakan, difasilitasi, dimotivasi, dan diberi kesempatan, untuk
berpikir, bernalar, berkolaborasi, untuk mengkonstruksi pengetahuan sesuai
dengan minat dan kebutuhannya serta diberi kebebasan untuk belajar. Pemahaman
yang keliru bahkan telah menjadi "mitos" bahwa belajar adalah proses
menerima, mengingat, mereproduksi kembali pengetahuan yang selama ini diyakini
banyak tenaga keguruan perlu dirubah. Jalaluddin Rakhmad (2005) dalam buku
Belajar Cerdas, menyatakan bahwa belajar itu harus berbasis otak. Dengan kata
lain revolusi belajar dimulai dari otak. Otak adalah organ paling vital manusia
yang selama ini kurang dipedulikan oleh guru dalam pembelajaran. Pakar
komunikasi mengungkapkan kalau kita ingin cerdas maka kita harus terlebih
dahulu menumbangkan mitos-mitos tentang kecerdasan
Sebenarnya para guru telah menyadari
bahwa pembelajaran berpikir agar anak menjadi cerdas, kritis, dan kreatif serta
mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari
adalah penting. Kesadaran ini juga telah mendasari pengembangan kurikulum kita
yang kini lebih lebih mengedepankan pembelajaran konstekstual. Akan tetapi
sebagian benar guru belum berbuat, belum merancang secara serius pembelajaran
yang didasarkan pada premis proses belajar (Drost, 1998, Mangunwijaya, 1998)
Menurut pandangan Slavin (1997)
dalam proses pembelajaran guru hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada
siswa. Siswa harus membangun pengetahuannnya sendiri dalam dengan
mendayagunakan otaknya untuk berpikir. Guru dapat membantu proses ini, dengan
cara-cara membelajarkan, mendesain informasi menjadi lebih bermakna dan lebih
relevan bagi kebutuhan siswa. Caranya dengan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak mereka
agar menyadari dan secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri
untuk belajar. Menurut Nur (1999), guru sebaiknya hanya memberi
"tangga" yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang
lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga
tersebut.
B. Pembahasan
Definisi berpikir masih
diperdebatkan dikalangan pakar pendidikan. Diantara mereka masih terdapat
pandangan yang berbeda-beda. Walaupun tafsiran mereka itu berbeda-beda, namun
umunya para tokoh pemikir bersetuju bahwa pemikiran dapat dikaitkan dengan
proses untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Berpikir ialah proses
menggunakan pikiran untuk mencari makna dan pemahaman terhadap sesuatu,
menerokai pelbagai kemungkinan idea atau ciptaan dan membuat pertimbangan yang
wajar, bagi membuat keputusan dan menyelesaikan masalah dan seterusnya membuat
refleksi dan metakognisi terhadap proses yang dialami. Berpikir adalah kegiatan
memfokuskan pada eksplorasi gagasan, memberikan berbagai
kemungkinan-kemungkinan dan mencari jawaban-jawaban yang lebih benar.
Dalam konteks pembelajaran,
pengembangan kemampuan berpikir ditujukan untuk beberapa hal, diantaranya
adalah (1) mendapat latihan berfikir secara kritis dan kreatif untuk membuat
keputusan dan menyelesaikan masalah dengan bijak, misalnya luwes, reflektif,
ingin tahu, mampu mengambil resiko, tidak putus asa, mau bekerjasama dan lain
lain, (2) mengaplikasikan pengetahuan, pengalaman dan kemahiran berfikir secara
lebih praktik baik di dalam atau di luar sekolah, (3) menghasilkan idea atau
ciptaan yang kreatif dan inovatif, (4) mengatasi cara-cara berfikir yang
terburu-buru, kabur dan sempit, (5) meningkatkan aspek kognitif dan afektif,
dan seterusnya perkembangan intelek mereka, dan (6) bersikap terbuka dalam
menerima dan memberi pendapat, membuat pertimbangan berdasarkan alasan dan
bukti, serta berani memberi pandangan dan kritik
Pengembangan kemampuan berpikir
mencakup 4 hal, yakni (1) kemampuan menganalisis, (2) membelajarkan siswa
bagaimana memahami pernyataan, (3) mengikuti dan menciptakan argumen logis, (4)
mengiliminir jalur yang salah dan fokus pada jalur yang benar (Harris, 1998).
Dalam konteks itu berpikir dapat dibedakan dalam dua jenis yakni berpikir
kritis dan berpikir kreatif. Bila dielaborasi perbedaan kedua jenis
berpikr tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1: Perbandingan Berpikir
Kritis dan Berpikir Kreatif.
No
|
Berpikir Kritis
|
Berpikir Kreatif
|
1
|
Analitis
|
Mencipta
|
2
|
Mengumpulkan
|
Meluaskan
|
3
|
Hirarkis
|
Bercabang
|
4
|
Peluang
|
Kemungkinan
|
5
|
Memutuskan
|
Menggunakan keputusan
|
6
|
Memusat
|
Menyebar
|
7
|
Obyektif
|
Subyektif
|
8
|
Menjawab
|
Sebuah jawaban
|
9
|
Otak kiri
|
Otak kanan
|
10
|
Kata-kata
|
Gambaran
|
11
|
Sejajar
|
Hubungan
|
12
|
Masuk Akal
|
Kekayaan, kebaruan
|
13
|
Ya, akan tetapi....
|
Ya, dan ………
|
1. Berpikir Kritis
Berpikir kristis adalah berpikir
secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang
apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Berikut adalah contoh-contoh
kemampuan berpikir kritis, misalnya (1) membanding dan membedakan, (2) membuat
kategori, (2) meneliti bagian-bagian kecil dan keseluruhan, (3) menerangkan
sebab, (4) membuat sekuen / urutan, (5) menentukan sumber yang dipercayai, dan
(6) membuat ramalan.
Menurut Perkin (1992), berpikir
kritis itu memiliki 4 karakteristik, yakni (1) bertujuan untuk mencapai
penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan
kita lakukan dengan alasan logis, (2) memakai standar penilaian sebagai hasil
dari berpikir kritis dan membuat keputusan, (3) menerapkan berbagai strategi
yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar,
(4) mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai
bukti yang dapat mendukung suatu penilaian. Sedangkan Beyer (1985) mengatakan
bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan (1) menentukan kredibilitas
suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan, (3)
membedakan fakta dari penilaian, (4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi
yang tidak terucapkan, (5) mengidentifikasi bias yang ada, (6) mengidentifikasi
sudut pandang, dan (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung
pengakuan, Menurut Harris, Robert (1998) indikasi kemampuan berpikir kristis
ada 13, yakni (1) analytic, (2) convergent, (3) vertical, (4) probability, (5)
judgment, (6) focused, (7) Objective, (8) answer, (9) Left brain, (10) verbal,
(11) linear, (12) reasoning, (13) yes but.
Berpikir kritis menurut Schafersman,
S.D. (1991) adalah berpikir yang benar dalam rangka mengetahui secara relevan
dan reliable tentang dunia. Berpikir kritis, adalah berpikir beralasan,
mencerminkan, bertanggungjawab, kemampuan berpikir, yang difokuskan pada pengambilan
keputusan terhadap apa yang diyakini atau yang harus dilakukan. Berpikir kritis
adalah berpik mengajukan pertanyaan yang sesuai, mengumpulkan informasi yang
relevan, mengurutkan informasi secara efisien dan kreatif, menalar secara
logis, hingga sampat pada kesimpulan yang reliable dan terpercaya.
Berpikir kritis itu menurutnya ada
16 karakteristik, yakni (1) menggunakan bukti secara baik dan seimbang, (2)
mengorganisasikan pemikiran dan mengungkapkannya secara singkat dan koheren,
(3) membedakan antara kesimpulan yang secara logis sah dengan kesimpulan yang
cacat, (4) menunda kesimpulan terhadap bukti yang cukup untuk mendukung sebuah
keputusan, (5) memahami perbedaan antara berpikir dan menalar, (6) menghindari
akibat yang mungkin timbul dari tindakan-tindakan, (7) memahami tingkat
kepercayaan, (8) melihat persamaan dan analogi secara mendalam, (9) mampu
belajar dan melakukan apa yang diinginkan secara mandiri, (10) menerapkan
teknik pemecahan masalah dalam berbagai bidang, (11) mampu menstrukturkan
masalah dengan teknik formal, seperti matematika, dan menggunakannya untuk
memecahkan masalah, (12) dapat mematahkan pendapat yang tidak relevan serta
merumuskan intisari, (13) terbiasa menanyakan sudut pandang orang lain untuk
memahami asumsi serta implikasi dari sudut pandang tersebut, (14) peka terhadap
perbedaan antara validitas kepercayaan dan intensitasnya, (15) menghindari
kenyataan bahwa pengertian seseorang itu terbatas, bahkan terhadap orang yang
tidak bertindak inkuiri sekalipun, dan (16) mengenali kemungkinan kesalahan
opini seseorang kemungkinan bias opini, dan bahaya bila berpihak pada pendapat
pribadi.
Metode ilmiah merupakan metode
paling ampuh yang pernah ditemukan manusia dalam rangka mengumpulkan
pengetahuan. yang relevan dan reliabel tentang alam. Metode non ilmiah lebih
mengarah pada emosi dan harapan umat manusia dan lebih mudah dipelajari dan
dipraktekkan daripada metode ilmiah. Meningkatkan pengajaran metode ilmiah dan
manifestasinya yang terkenal yaitu berpikir kritis.
Berpikir kritis dapat diajarkan
melalui:(1) perkuliahan, (2) laboratorium, (3) tugas rumah, (4) Sejumlah
latihan, (5) Makalah, dan (6) ujian. Dengan demikian berpikir kritis dapat
dimasukkan dalam kurikulum dengan mempertimbangkan: (1) siapa yang mengajarkan,
(2) apa yang diajarkan, (3) kapan mengajarkan, (4) bagaimana mengajarkan, (5)
bagaimana mengevaluasi, dan (6) menyimpulkan.
Sejumlah tujuan dalam mengembangkan
kemampuan berpikir kritis diantaranya adalah (1) memberikan guru umum tentang
konsep dalam rangka mencapai tujuan melalui petunjuk yang membantu, (2)
merancang pembelajaran dengan menggunakan web dan isu yang bermanfaat, (3)
memadukan berbagai hasil guruan, (4) mendorong komunitas belajar di dalam
kelas, (5) menciptakan kesempatan berpikir kritis yang menyenangkan dan relevan
bagi siswa.
Sedangkan strategi yang dapat
digunakan guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa antara lain
adalah (1) mengadakan alas penilaian untuk memberikan final siswa. Menciptakan
masalah merupakan 20% dari keseluruhan nilai, (2) mendeskripsikan syarat
pelajaran secara mendetail sesuai silabus dengan menambah area online (alamat
website) yang dapat menyediakan akses informasi secara mudah, (3) memberikan
orientasi pelajaran, (4) instruktur memberi pendapat untuk siswa dalam
pemberian masalah lewat e-mail untuk memberi penguatan yang positif, dan
beberapa hasil pelajaran dipadukan setelah pembelajaran usai.
2. Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif adalah berpikir
secara konsisten dan terus menerus menghasilkan sesuatu yang kreatif/orisinil
sesuai dengan keperluan. Penelitian Brookfield (1987) menunjukkan bahwa orang
yang kreatif biasanya (1) sering menolak teknik yang standar dalam
menyelesaikan masalah, (2) mempunyai ketertarikan yang luas dalam masalah yang
berkaitan maupun tidak berkaitan dengan dirinya, (3) mampu memandang suatu
masalah dari berbagai perspektif, (4) cenderung menatap dunia secara relatif
dan kontekstual, bukannya secara universal atau absolut, (5) biasanya melakukan
pendekatan trial and error dalam menyelesaikan permasalahan yang memberikan
alternatif, berorientasi ke depan dan bersikap optimis dalam menghadapi
perubahan demi suatu kemajuan. Marzano (1988) mengatakan bahwa untuk menjadi
kreatif seseorang harus: (1) bekerja di ujung kompetensi bukan ditengahnya, (2)
tinjau ulang ide, (3) melakukan sesuatu karena dorongan internela dan bukan
karena dorongan eksternal, (4) pola pikir divergen/ menyebar, (5) pola pikir
lateral/imajinatif.
Sedangkan Haris (1998) dalam
artikelnya tentang pengantar berpikir kreatif menyatakan bahwa indikator orang
berpikir kreatif itu meliputi: (1) Ingin tahu, (2) mencari masalah, (3)
menikmati tantangan, (4) optimis, (5) mampu membedakan penilaian, (6) nyaman
dengan imajinasi, (7) melihat masalah sebagai peluang, (8) melihat masalah
sebagai hal yang menarik, (8) masalah dapat diterima secara emosional, (9)
menantang anggapan/ praduga, dan (10) tidak mudah menyerah, berusaha keras.
Dikatakanya bahwa kreativitas dapat dilihat dari 3 aspek yakni sebuah
kemampuan, perilaku, dan proses.
a. Sebuah kemampuan
Kreativitas adalah sebuah kemampuan
untuk memikirkan dan menemukan sesuatu yang baru, menciptakan gagasan-gagasan
baru baru dengan cara mengkombinasikan, mengubah atau menerapkan kembali
ide-ide yang telah ada.
b. Sebuah perilaku
Kreativitas adalah sebuah perilaku
menerima perubahan dan kebaruan, kemampuan bermain-main dengan berbagai gagasan
dan berbagai kemungkinan, cara pandang yang fleksibel, dan kebiasaan menikmati
sesuatu.
c. Sebuah proses
Kreativitas adalah proses kerja
keras dan berkesimbungan dalam menghasilkan gagasan dan pemecahan masalah yang
lebih baik, serta selalu berusaha untuk menjadikan segala sesuatu lebih baik.
Selanjutnya Harris juga menyatakan
bahwa untuk dapat berpikir kreatif seseorang perlu memiliki metode berpikir
kreatif. Berbagai metode yang dapat dilakukan antara lain: (1) evolusi, yakni
gagasan-gagasan baru berakar dari gagasan lain, solusi-solusi baru berasal dari
solusi sebelumnya, hal-hal baru diperbaiki/ditingkatkan dari hal-hal lama,
setiap permasalahan yang pernah terpecahkan dapat dipecahkan kembali dengan
cara yang lebih baik , (2) sintesis, yakni adanya dua atau lebih gagasan-gagasan
yang ada dipadukan ke dalam gagasan yang baru, (3) revolusi, yakni gagasan baru
yang terbaik merupakan hal yang benar-benar baru, sebuah perubahan dari hal
yang pernah ada, (4) penerapan ulang, yakni melihat lebih jauh terhadap
penerapan gagasan, solusi, atau sesuatu yang telah dirumuskan sebelumnya,
sehingga dapat dilihat penerapan lain yang mungkin dapat dilakukan, dan (5)
mengubah arah, yakni perhatian terhadap suatu masalah dialihkan dari satu sudut
pandang tertentu ke sudut pandang yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk
memecahkan suatu masalah, bukan untuk menerapkan sebuah pemecahan masalah
Pada bagian lain dinyatakan bahwa
perilaku negatif yang menghambat untuk berpikir kreatif, diantaranya adalah:
a. Oh tidak, sebuah masalah !
Reaksi terhadap sebuah masalah
seringkali lebih besar dari pada masalah itu sendiri. Sebuah masalah adalah
kesempatan dan tantangan untuk meningkatkan segala sesuatu. Masalah adalah (1)
perbedaan yang ada dengan keadaan yang diinginkan, (3) menyadari atau
mempercayai bila ada sesuatu yang lebih baik dari situasi saat ini, dan (3)
kesempatan untuk bertindak positif.
b. lni mustahil untuk dilakukan
Perilaku seperti ini, seperti kalah
sebelum bertarung. Beberapa ungkapan yang terkait dengan ini : (1) manusia
tidak akan pernah terbang, (2) penyakit tak bisa ditaklukan, (3) roket tidak
akan keluar dari atmosfir.
c. Aku tidak bisa melakukannya atau
tak ada yang bisa dilakukan
Pemikiran yang baik dan perilaku
yang positif serta kemampuan memecahkan masalah akan melesat dalam memecahkan
berbagai permasalahan. Untuk dapat melakukan hal ini kuncinya adalah
ketertarikan dan komitmen terhadap masalah itu sendiri.
d. Tapi saya tidak kreatif
Masalahnya ternyata bahwa
kreativitas telah ditenggelamkan oleh guruan. Yang perlu dilakukan adalah
mengembalikan ke permukaan.
e. Itu kekanak-kanakkan
Dalam upaya kita untuk selalu tampil
dewasa dan anggun, kita sering menganggap rendah perilaku yang kreatif dan
penuh permainan, yang pernah menandai masa kanak-kanak kita sendiri. Terkadang
orang tertawa karena memang ada yang lucu. Tapi sering kali orang justru
tertawa ketika mereka miskin akan imajinasi untuk memahami situasi yang ada.
f. Apa yang akan dipikirkan orang
Terdapat tekanan sosial untuk
menyesuaikan diri untuk menjadi orang biasa saja, bukan menjadi orang kreatif.
Hampir sebagian orang besar kontributor terkenal yang membawa ke peradapan
lebih maju dihina, bahkan dihukum. Kemajuan hanya diciptakan oleh mereka yang
cukup tegar untuk ditertawakan.
g. Aku pasti gagal
Thomas Edison, dalam risetnya untuk
menemukan filamen yang dapat memijarkan lampu, melakukan lebih dari 1800 kali
percobaan. Kegagalan haruslah diharapkan dan diterima. Kegagalan adalah alat
untuk belajar yang dapat membantu menuju keberhasilan. Gagal adalah pertanda
bahwa kita melakukan sesuatu, berusaha dan mencoba-jauh lebih baik daripada
tidak melakukan apa-apa.
Sedangkan hambatan mental terhadap
berpikir kreatif dan pemecahan masalah, meliputi:
a. Pransangka
Gambaran yang kita miliki seringkali
menghalangi kita untuk melihat lebih jauh dari pada apa yang telah kita ketahui
dan percayai, sehingga menjadikan sesuatu itu mungkin ada dan mungkin teijadi.
b. Pendapat fungsional
Terkadang kita mulai melihat sebuah
obyek hanya dari namanya, daripada melihat apa yang bisa dilakukannya.
c. Tak ada bantuan belajar
Jika anda memerlukan informasi, ada
perpustakaan, toko buku, teman, profesor dan internet. Anda dapat belajar
melakukan apapun yang anda inginkan.
d. Hambatan psikologi
Apa yang semula dianggap menjijikkan
malah dapat membawa kepada solusi yang lebih baik. Makan kadal mungkin
terdengar tidak enak, tapi jika itu membuat anda bertahan hidup di alam liar,
itu merupakan solusi yang baik.
Untuk dapat memiliki perilaku
positif untuk berpikir kreatif maka pada setiap individu siswa perlu
ditumbuhkan sifat-sifat berikut:
a. Rasa ingin tahu
Orang kreatif ingin mengetahui
segala hal- segalanya-hanya sekedar untuk ingin tahu. Pengetahuan tidak
membutuhkan alasan.
b. Tantangan
Orang-orang kreatif suka
mengidentifikasi dan mencari tantangan di balik gagasan, usulan, permasalahan,
kepercayaan dan pendapat.
c. Ketidakpuasan terhadap apa yang
ada
Ketika anda merasa tidak puas
terhadap sesuatu, ketika anda melihat ada masalah, akankah anda mencoba
memecahkan masalah dan memperbaiki keadaan. Semakin banyak masalah yang anda
temui, semakin banyak pula pemecahan dan peningkatan yang dapat anda buat.
d. Keyakinan bahwa masalah pasti
dapat dipecahkan
Dengan keyakinan dan didukung
pengalaman, pemikir kreatif percaya bahwa sesuatu pasti dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah.
e. Kemampuan membedakan keputusan
dan kritik.
Sebagian besar gagasan baru, karena
masih baru dan asing, maka terlihat aneh, ganjil, bahkan, menjijikkan. Sebuah
gagasan mulai tampak bagus ketika sudah lebih familiar atau dilihat dengan
konteks dan batasan yang berbeda. Jika suatu gagasan paling gila sekalipun
dapat dipraktekkan sebagai batu loncatan, gagasan tersebut efisien.
Untuk meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif, usaha yang baik untuk lakukan oleh guru adalah
dengan meningkatkan lingkungan belajar yang kondusif dalam menunjang
perkembangan kreativitas yakni lingkungan belajar yang secara langsung memberi
peluang bagi kita untuk berpikir terbuka dan fleksibel tanpa adanya rasa takut
atau malu. Sebagai contoh, Hasoubah (2002) memberikan gambaran situasi belajar
yang dibentuk harus memfasilitasi terjadinya diskusi, mendorong seorang untuk
memberikan ide dan pendapat. Diskusi seperti ini harus dilaksanakan sedemikian
rupa di mana dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Melakukan brainstorming
Brainstorming adalah teknik yang
bertujuan membantu kelompok kecil supaya dapat menghasilkan ide yang bermutu.
Ia berdasar pada sebuah konsep bahwa ide yang baik harus dipisahkan dari
penilaian atau evaluasi terhadap mutu ide tersebut. Karena itu, di dalam
brainstorming : (1) tidak ada kritik terhadap ide apapun, (2) ide harus ditulis
tanpa diedit, (3) ide yang liar, lucu, atau kurang berbobot dapat diterima, (4)
semua jenis saran dan pendapat sangat diharapkan, dan (5) memberikan kontribusi
berdasarkan pendapat dari orang lain dapat diterima
b. Memakai cara SHEMAP
Berpikir kreatif bisa menjadi sangat
abstrak, karena itu sulit untuk melihat seseorang melakukannya. Berdasarkan
hasil penelitian yang mengkaji fenomena ini seperti Universitas Negeri Iowa
yang mengembangkan model HOTS (higherorder-thinking-skills atau kemampuan berpikir
tingkat tinggi) sebagai mana dipaparkan Housobah (2002) menyebutkan bahwa
berpikir kreatif tidak dapat dilihat, tetapi produk/hasil dari berpikir kreatif
tersebut dapat di lihat. Dengan model HOTS ini seseorang dapat melangkah dari
tingkatan ilmu yang sangat dasar kepada tingkatan ilmu umum (generative)
yang dianggap sebagai suatu yang diciptakan dan baru. Maka kalau ilmu umum
telah dihasilkan berarti proses berpikir kreatif telah terjadi.
Dari model HOTS ini, selanjutnya
Hosaubah mengembangkan metode SHEMAP (Spekulasi- Hipotesis‑ Ekspansi-
Modifikasi- Analogi‑ Prediksi). Sebagai contoh, ketika seseorang berspekulasi,
apa manfaat mengambil mata kuliah di jurusan, Teknologi Guruan?. Pola pikir
berspekulasi untuk mencari jawaban dari pernyataan tersebut adalah pola
mengembangkan dan memodifikasi dalam bentuk cerita, hal ini bisa menghasilkan
ide baru. Kalau dia harus membuat hipotesis terhadap apa yang akan terjadi
seandainya rencana "pengambilan sidik jari oleh aparat keamanan terhadap
para santri di pesantren yang dianggap menjadi sarang teroris", tindakan
membuat hipotesis dan prediksi dapat menghasilkan ide yang baru. Terakhir
adalah membuat analogi dan kreativitas. Ungkapan seperti ini " senyum Anda
memberikan kehangatan sekaligus memberi sinar harapan bagi diri saya".
Dengan membuat analogi senyum ibarat kehangatan secara jelas menjadikan
seseorang berpikir kreatif.
c. Berpikir spasial
Seseorang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif dengan (melakukan aktivitas) berpikir spasial.
Berpikir spasial adalah berpikir dengan cara mengubah ide yang ditulis dalam
bentuk prosa ke non prosa. Misalnya sebuah konsep atau teori yang ditulis dalam
teks diubah menjadi sebuah diagram. Usaha mengubah forma atau penyajian ide,
konsep, dan deskripsi keadaan tertentu sesuangguhnya merupakan sebuah
kreativitas. Dengan menggunakan teknik brainsorming, SHEMAP, dan berpikir
spasial akal seseorang dapat menjelajahi teritorial/wilayah yang tidak
diketahui, “yang dengan sendirinya akan membangun kreativitas dan menjadikannya
seorang pemikir kreatif”.
C. Penutup
Para guru perlu melakukan refleksi
tentang cara mengajar mereka dalam mempersiapkan para siswa untuk dapat
mempertahankan eksistensinya. Mereka tidak boleh berdiam diri saja. Karena,
para pemuda ini kelak akan menjadi orang dewasa, akan menghadapi dunia yang
penuh dengan tantangan dan permasalahan. Siswa ini yang akan menjadi pemimpin
di masa depan, mesti dipersiapkan untuk menghadapi tantangan dan permasalahan
hidup. Tantangan dan permasalahan inilah yang akan dihadapi oleh ‘pemikir’.
Menurut Dimyati (1996) salah satu
unsur ilmu pengetahuan adalah items, yakni ilmu pengetahuan yang
berwujud berpikir rasional. Realisasi berpikir rasional tampak pada penggunaan
kata, kalimat, alenea, rumus pemecahan masalah, ataupun symbol-symbol.
Prasyarat untuk mewujudkan items tersebut adalah kemampuan individu untuk
membaca, menulis, memikir dan melakukan observasi (3M+O). Dengan kata lain
persyaratan dimaksud adalah kemampuan urtuk berpikir kritis dan kreatif.
Ilmu pengetahuan adalah sistem
berpikir tentang dunia empiris. Oleh karena itu pembelajaran perlu
mengembangkan kemampuan berpikir rasional tentang dunia empiris. Dari sisi
taksonomi berpikir, maka guruan-pembelajaran berarti mendidik berpikir pada
tingkat kognitif tertentu. Dengan taksonomi Bloom (2002) misalnya, didikan
berpikir kritis dan kreatif terletak pada tingkat
analisa-sintesa-evaluasi-kreasi, tidak pada tingkat dibawahnya yakni mengingat,
memahami, dan menerapkan. Kalau menggunakan taksonomi Merril (1983), didikan
berpikir terletak pada tingkat menemukan, tidak pada tingkat dibawahnya yakni
mengingat dan menggunakan.
Oleh, Prof.
Dr. Mustaji, M.Pd
Dosen Program Studi TP FIP Universitas Negeri Surabaya
Dosen Program Studi TP FIP Universitas Negeri Surabaya
DAFTAR KEPUSTAKAAN
- Beyer, B.K. 1985. Critical Thinking: What is It? Social Education, 45 (4)
- Brookfield- 1987. Developing Critical Thinkers. San Fransisco: Jossey Bass Publiser
- Dimyati. 1988. Landasan Keguruan Suatu Pengantar Pemikiran Keilmuan Tentang Kegiatan Guruan. Dirjen Guruan Tinggi. Depdiknas.
- Dimyati. 1996. Guruan Keilmuan di Indonesia: Suatu, Dilema Pengajaran dan Penelitian. Jurnal Guruan Humaniora dan Sains. September. 2(1&2)
- Drost, 2000. Reformasi Pengajaran: Salah Asuhan Orang Tua, Jakarta. Gramedia Widisarana, Indonesia
- Gie,The Liang. 2003. Teknik Berpikir Kreatif. Yogyakarta: Sabda Persada Yogyakarta.
- Hossoubafi,Z. Develoving Creative and Critical Thinking Skills (terjemahan) . 2004. Bandung: Yayasan Nuansa Cendia
- Kamdi, W. 2002. Mengajar Berdasarkan Model Dimensi Belajar. Gentengkali: Jurnal Guruan Dasar dan Menengah. 4 (5 dan 6): 29-35
- Marzano. 1988. Dimensions of Thinking: A Framework for Curriculum and Instruction. Alexandria, Va: ASCD
- Perkins,D.N. & Weber,R.J. 1992. Inventive Mind: Creative in Technology. New York: University Press
- Rahmat, J. 2005. Belajar Cerdas: Belajar Berbasis Otak. Bandung: Mizan Leraning Center (MLC)
- Robert. 1998. Introduction to Creative Thinking. July (1). Virtual Salt.
- Slavin. 1997. Educational Psycology Theory and Practice. Five Edition. Boston: Allin and Bacon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar